Sejarah Perjuangan Pendirian Bank Syariah

Semua berawal dari sebuah perjuangan. Bank Syariah memang hanya merupakan bagian kecil dari mozaik ekonomi Islam. Tetapi sejarah mencatat bahwa Bank Syariah mempunyai peranan yang besar dalam mengenalkan ekonomi Islam di Indonesia. Ia lahir karena perjuangan dan niat yang tulus dari para ulama, bukan atas dasar konspirasi kapitalisme.

Berikut sedikit cuplikan dari buku “Menuju Kiblat Ekonomi Islam” terbitan Gres! Publishing PKES yang menggambarkan perjuangan tersebut :

Tantangan yang lebih keras kabarnya dari Benny Moerdani dengan ancaman pemenjaraan. Seperti diceritakan Hasbalah dalam buku biografi Amin Aziz, ditulis bahwa dalam situasi phobia yang begitu kuat terhadap islam, para aktivis pendiri bank syariah menghadapi ancaman penjara. Adalah Benny Moerdani yang ketika itu menjabat Menhankam/Pangab yang berniat memenjarakan aktivis itu. Beruntung, Menkokestra Alamsyah Prawiranegara bersedia pasang badan melindungi, sehingga semuanya aman.

Puncak dari kegiatan roadshow itu adalah audensi dengan Presiden Soeharto yang digelar 27 Agustus 1991 di rumah Soeharto di Jalan Cendana. Di situ hadir KH Hasan Basri, KH Ali Yafie, HS Projokusumo, Amin Aziz, Rachmat Saleh, Omar Abdalla, Sukamdani Gitosardjono, Amir Rajab Batubara , dan Karnaen. Soeharto hari itu yang memakai baju safari abu-abu terlihat hangat ketika menyambut tim bank syariah. Saat itu Karnaen membawa sebundel makalah dan dokumen tentang Bank Syariah yang disimpan dalam map biru untuk berjaga-jaga jika ditanya Presiden. Namun ketika bertemu ternyata tidak ada pertanyaan teknis.

“Bapak-bapak ini adalah ulama, apakah sudah memiliki modal untuk mendirikan bank syariah ?” Tanya Soeharto setelah dijelaskan tentang perjalanan pendirian bank.

“Betul pak, kami ini ulama tidak punya uang, kami hanya punya doa,” jawab KH Hasan Basri.

“Kalau begitu saya pinjami Rp 3 milliar dari Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila untuk mengurus izin prinsip, tanpa bunga.”

Kalimat tanpa Bunga itu bagi Karnaen yang paling menarik. “Setidaknya itu menandakan bahwa Pak Harto sudah tahu mengenai prinsip bank syariah,” Kata Karnaen.

Terkait dengan nama bank, sebelumnya sudah terjadi diskusi yang hangat mengenai pemilihan nama yang tepat yang bias mewakili khazanah Islam dalam berbisnis. Awalnya ada yang mengusulkan ‘Bank Islam Indonesia’. Kemudian berkembang menjadi ‘Bank Amal Islam Indonesia’. Nama terakhir itu dipandang bagus, tetapi rawan, karena dikira bank itu untuk amal sosial, padahal ini lembaga bisnis.

Pada diskusi terakhir, nama yang akan disematkan pada bank syariah pertama di Indonesia tersebut adalah ‘Bank Muamalat Islam Indonesia’. Nama tersebut kemudian dibicarakan dengan menteri kehakiman untuk diselesaikan masalah akte pendirian, dan kebetulan belum ada perusahaan nama tersebut. Nama alternatif adalah Bank Muamalat Indonesia, tanpa ada kata Islam didalamnya.

Untuk kepastian nama, dalam kesempatan audiensi, sekalian diajukan ke Soeharto. Dua alternatif nama yakni ‘Bank Muamalat Islam Indonesia’ dan ‘Bank Muamalat Indonesia’.

penulis : Ust. Ardiansyah Rakhmadi, Lc., MSI (Aktif sebagai DPS Asy-Syirkah Indonesia, Alumni Al-Azhar Kairo, Kandidat Doktor pada bidang Ekonomi Islam dari Universitas Islam Indonesia, serta Head of Sharia Research CIMB Niaga Syariah)

History of Struggle Establishment of Bank Syariah

It all started from a struggle. Sharia banks are indeed only a small part of the Islamic economic mosaic. But history notes that Sharia Bank has a big role in introducing Islamic economics in Indonesia. He was born because of the struggle and sincere intentions of the scholars, not on the basis of a conspiracy of capitalism.

Here are some excerpts from the book “Towards Islamic Economic Orientation” published by Gres! PKES Publishing describing the struggle:

The harder challenge is reportedly from Benny Moerdani with the threat of imprisonment. As Hasbalah narrated in the biography of Amin Aziz, it was written that in a phobia situation so strong against Islam, the founding activists of sharia banks face the threat of imprisonment. It was Benny Moerdani who was then Minister of Defense and Armed Forces who intends to imprison the activist. Luckily, Menkokestra Alamsyah Prawiranegara willing to stand out to protect, so everything is safe.

The highlight of the roadshow was an audience with President Soeharto held August 27, 1991 at Soeharto’s house on Jalan Cendana. There were KH Hasan Basri, KH Ali Yafie, HS Projokusumo, Amin Aziz, Rachmat Saleh, Omar Abdalla, Sukamdani Gitosardjono, Amir Rajab Batubara and Karnaen. Soeharto that day wearing a gray safari suit looks warm when he welcomes the sharia bank team. At that time Karnaen brought a bundle of papers and documents about the Sharia Bank which were kept in a blue folder in case the President asked. But when it met there were no technical questions.

“These gentlemen are scholars, do you already have the capital to establish a sharia bank?” Suharto asked after explained about the journey of establishing a bank.

“Yes sir, we scholars do not have money, we only have du’a,” said KH Hasan Basri.

“Then I lent Rp 3 billion from Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila to take care of the principle permit, without interest.”

The without interest Sentence is for Karnaen the most interesting. “At least that signifies that Pak Harto already knows about the principles of Islamic banks,” said Karnaen.

Associated with the name of the bank, there has been a warm discussion about the selection of the right names that can represent the Islamic treasures in business. Initially there was a proposed ‘Bank Islam Indonesia’. Then developed into ‘Islamic Charity Bank Indonesia’. The last name is considered good, but it is vulnerable, because it thinks the bank is for social charity, but this is a business institution.

In the last discussion, the name that will be pinned on the first Islamic bank in Indonesia is ‘Bank Muamalat Islam Indonesia’. The name was then discussed with the minister of justice to resolve the matter deed of establishment, and no coincidence there is no such company. The alternative name is Bank Muamalat Indonesia, without any Islamic word in it.

For the certainty of the name, in the hearing opportunity, all submitted to Suharto. Two alternative names are ‘Bank Muamalat Islam Indonesia’ and ‘Bank Muamalat Indonesia’.

author : Ust. Ardiansyah Rakhmadi, Lc., MSI (Active as DPS Asy-Syirkah Indonesia, Al-Azhar Cairo Alumni, Doctoral Candidate in Islamic Economics from Islamic University of Indonesia, and Head of Sharia Research CIMB Niaga Syariah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *